Kamis, 09 April 2009

Budaya

Pura Ponjok Batu, Penyeimbang Bali Utara




Pura
Ponjok Batu merupakan salah satu Penyungsungan Jagat atau Pura Dang Kahyangan, selain Pura Pulaki di Desa Banyupoh, Gerokgak. Pura ini terletak di Desa Julah, Kecamatan Tejakula, Buleleng. Memang tidak ada data pasti mengenai awal keberadaan pura ini. Namun yang diketahui, keberadaan pura ini tak bisa lepas dari sejarah kedatangan Pendeta Siwa Sidanta yaitu Danghyang Nirartha (Ida Pedanda Sakti Wawu Rawuh) pada abad ke-15, saat masa pemerintahan Dalem Waturenggong di Bali.
================================================== =========


Pura ini memiliki rekaman sejarah yang panjang dan unik. Hal tersebut ditelusuri lewat temuan arkeologi, efigrafi dan folklore (cerita rakyat) yang hidup di tengah masyarakat Julah dan sekitarnya.

Berdasarkan kajian arkeologis, saat penggalian di lokasi perbaikan pura tahun 1995 ditemukan sarkopah/sarkopagus. Kini sarkopah itu disimpan bersama sarkopah lainnya di halaman depan Pura Duhur Desa Kayuputih, Banjar. Sarkopah (peti mayat) terbuat dari batu cadas, banyak ditemukan di beberapa daerah di Bali.

Sistem penguburan menggunakan sarkopah berlangsung sejak zaman perundagian di Bali tahun 2500-3000 SM, atau sekitar 5.000 tahun lalu. Berarti di sekitar kawasan Pura Ponjok Batu pernah dihuni masyarakat yang mendukung budaya sarkopah. Sarkopah merupakan tempat disemayamkannya jasad orang yang dihormati masyarakat. Pada zaman perundagian, masyarakat percaya pemujaan roh nenek moyang dan orang-orang yang dihormati, seperti kepala suku atau ketua adat. Seperti halnya tradisi pembuatan mumi di Mesir, Babilonia, Siria dan lainnya.

Sementara menurut kajian efigrafi atau prasasti, Desa Julah sebagai pemukiman sangat ramai. Ini diketahui dari prasasti yang dikeluarkan raja-raja dari Dinasti Warmadewa, masing-masing masa pemerintahan Raja Sang Sri Aji Ugrasena (tahun 923 M), Raja Sri Aji Tabanendra Warmadewa (955 M), Raja Sri Janasadhu Warmadewa (975 M), Raja Sri Dharma Udayana Warmadewa (1011 M), Raja Putri Sang Adnyadewi, Prabu Marakatta (1022-1026 M), Raja Sri Paduka Anak Wungsu dan Raja Sri Prabu Jayapangus (1181 M).

Raja-raja yang pernah berkuasa itu hampir semuanya pernah mengeluarkan prasasti tentang keberadaan Desa Julah. Di sana disebutkan pula bahwa tugasnya menjaga sebaik-baiknya semua pura yang ada di wilayah Desa Julah. Kendati tidak disebutkan dengan jelas tentang Pura Ponjok Batu, tetapi dipastikan Pura Ponjok Batu merupakan salah satu pura yang ikut dirawat. Di pura itu juga ditemukan beberapa patung, di antaranya patung Dewa Siwa, Nandini dan Ganesa. Ini merupakan petunjuk bahwa perhatian raja Dinasti Warmadewa terhadap Pura Ponjok Batu sangat besar.

Masa kekuasaan Warmadewa berlangsung sampai 1343, ditandai dengan jatuhnya Kerajaan Bedahulu oleh Majapahit. Selanjutnya pemerintahan di Bali dipegang Dinasti Kepakisan yang berpusat di Samprangan, lalu pindah ke Gelgel. Sampai kekuasaan Dalem Waturenggong, mulai ada perhatian terhadap Pura-pura di Bali

Utara/Denbukit. Diawali dengan kedatangan Danghyang Nirartha. Saat itu Pura-pura yang ada di Bali Utara mendapat kunjungan kembali dalam bentuk dharma yatra, mulai dari Pura Pulaki dan pura lainnya, termasuk Ponjok Batu.

Danghyang Nirartha kemudian melanjutkan perjalanannya ke Lombok, setelah menolong seorang bendega atau awak perahu asal Lombok, yang sedang karam di sekitar pantai Ponjok Batu. Dikisahkan, awak perahu itu melihat batu bersinar di tengah laut. Batu didatangi, dibelah. Tetapi kemudian mereka tidak bisa berangkat sampai datang pertolongan dari Danghyang Nirartha. Batu itu hingga kini masih ada di pantai Ponjok Batu.

Sejak kedatangan Danghyang Nirartha, nilai spiritual tempat suci kembali bangkit. Pura Ponjok Batu mulai memancarkan sinar secara terus-menerus, walaupun Danghyang Nirartha telah meninggalkan tempat itu menuju ke Lombok, seperti terungkap dalam lontar Dwijendra Tattwa.

Sementara berdasarkan folklore, Pura Ponjok Batu berasal dari cerita Ida Batara di Bali yang menimbang beratnya Bali Utara dari Pura Penimbangan di Desa Panji. Ternyata Bali Utara bagian timur lebih ringan. Maka Ida Batara menambah tumpukan batu di bagian timur Bali Utara sehingga timbangan itu menjadi seimbang.


Pura Ponjok Batu telah beberapa kali dipugar. Pemugaran terakhir dimulai 1994 hingga dilakukannya upacara Ngenteg Linggih pada Saniscara Wayang Karo, 8 Agustus 1998. Pura ini terbuat dari batu hitam yang didesain sedemikian rupa agar keberadaannya tetap kuat. Saat ini, pelinggih yang ada di Pura Ponjok Batu meliputi:
1. Padmasana
2. Pelinggih Dang Hyang Nirartha
3. Pelinggih Ciwa
4. Pelinggih Ganesa
5. Pelinggih Batara Baruna
6. Pelinggih Seluang
7. Pelinggih Ratu Ayu Pangenter
8. Pelinggih Taksu (Dewa Gede Ngurah)
9. Pelinggih Ratu Bagus Mas Pengukiran
10. Pelinggih Ratu Bagus Mas Subandar
11. Pelinggih Taksu (Ratu Bagus Penyarikan)
12. Bale Pesandekan
13. Bale Paselang
14. Bale Ongkara
15. Bale Gegitaan
16. Bale Reringgitan
17. Bale Kulkul
18. Bale Pegat
19. Bale Paninjoan

Sementara menurut pemangku di Pura Ponjok Batu Jro Mangku Ketut Ludri (50) dan Jro Mangku Nengah Widi (37), piodalan di Pura ini dilaksanakan dua kali setahun masing-masing saat Purnama Desta dan Sasih Kasa Purnama Kasa, Pangelong Ping Tiga (sasih gemuh) yang jatuh 13 Juli 2006. Sedangkan piodalan Purnama Desta nanti pada 12 Mei 2006. Menurut Jro Mangku, pada piodalan Purnama Desta, diikuti pangempon pura ini yaitu warga Desa Adat Bangkah, Tejakula. Sedangkan pada saat piodalan Sasih Kasa, diikuti warga se-Kecamatan Tejakula. Saat odalan atau Purnama Tilem, banyak warga pedek tangkil ke pura ini, termasuk para pejabat. "Biasanya banyak yang nunas tamba, melukat dan nunas keselamatan," ujar Jro Mangku Nengah Widi.

Konsep Nyegara Gunung
Ada tradisi yang ada hingga sekarang dan masih berjalan di wilayah Pura Ponjok Batu. Pura ini memiliki hubungan dengan Pura Bukit Sinunggal di Desa Tajun, Kubutambahan. Setiap ada upacara melasti Ida Batara di Pura Bukit Sinunggal dan Pura-pura lain di Tajun, upacara pemelastian selalu diselenggarkan di Pura Ponjok Batu karena di sana terdapat sumber air tawar yang memiliki kesucian dan dikatakan sebagai air campuhan antara air darat dan laut.

Hubungan antara Pura Ponjok Batu dan Pura Bukit Sinunggal sangat erat. Pura Ponjok Batu sebagai zenit bawah dan Pura Bukit Sinunggak di Tajun sebagai zenit atas. Ini membuktikan adanya keserasian yang kekal antara segara dan gunung. Bali punya nilai spiritual sangat tinggi karena sepanjang pantai Bali Utara, jarak pantai dan gunung sangat berdekatan, sehingga tingkat kesucian segara sama dengan kesucian daerah pegunungan. Karena itu, upacara nyegara gunung dalam upacara pitra yadnya sangat penting dilaksanakan.

budaya

Upacara Agama dan Upacara Adat

Upacara Ngeloang Capah (Desa Tamblang)
Setiap yadnya yang dilaksanakan oleh umat Hindu adalah perwujudan dari pengamalan ajaran agama. Karena itu setiap aktivitas beryadnya termasuk dalam sebutan “upacara agama”. Dasarnya, bahwa setiap pelaksanaan yadnya didasari atas sumber hukum berupa kitab suci Weda baik dalam katagori Sruti (wahyu) maupun Smrti (tafsir wahyu).
Weda Sruti sebagai sumber dari segala pelaksanaan ajaran agama Hindu. Sedangkan Weda Smrti merupakan penjabaran suratan Weda yang sudah disiratkan.

Kongkretnya lagi, Weda Sruti sebagai rumus-rumus agama sementara Weda Smrti berperan selaku kamus-kamus petunjuk pelaksanaannya. Apa yang kemudian disebut sebagai upacara adat sebenarnya merupakan bentuk-bentuk tafsir ajaran Weda yang ditradisikan. Inilah yang diistilahkan sebagai tradisi Weda, artinya suatu bentuk kegiatan atau aktivitas suatu masyarakat (mis. Bali), yang berdasarkan atas ajaran agama Hindu yang sudah men-desa-kala-patra. Lebih sederhananya lagi upacara adat yang dilakukan oleh masyarakat Hindu di Bali merupakan bentuk penjabaran Weda menurut nuansa tradisi. Tetap ingat, tidak semua tradisi masyarakat Bali itu dapat disebut sebagai upacara adat.

Yang dapat disebut upacara adat hampir selalu dicirikan oleh nuansanya yang agamais. Atau dengan kata lain upacara adat itu adalah tradisi yang dijiwai oleh unsure-unsure keagamaan. Contoh : upacara ngaben, penggunaan wadah, jempana, lembu merupakan tradisi yang hanya dibuat oleh masyarakat Hindu di Bali. Sedangkan esensi keagamaannya terlihat pada upacara pembakaran mayat dengan konsep mempercepat proses pengembalian (pemralina) unsure-unsure Pancamahabutha sang mati. Unsure agama lainnya, doa, japa, mantra dan yadnya yang digelar sebagai pengantar, pengharap agar arwah sang mati mendapat jalan lapang sesuai karma dan bhaktinya menuju alam-Nya.

Perihal bunyi kitab suci Bhagavadgita IX.26 yang meyebutkan sarana persembahan berupa bunga, buah, air dan daun yang tidak bersifat mengikat tetapi kenyataannya masih diatur lagi sehingga tidak semua jenis bunga misalnya yang dapat dipakai sarana upacara atau upakara yadnya dapat diberi penjelasan dengan membandingkan di sekala. Untuk itulah ada buku atau lontar yang menjabarkan tentang jenis bunga yang bisa dan tidak dipakai dalam persembahan. Yang pasti setiap sarana persembahan patut mengacu pada persyaratan seperti : Sukla (belum pernah diaturkan), tan leteh (tidak bernoda atau cemar), tidak didapat dari perbuatan jahat (mencuri) dan sesuai dengan sastra (petunjuk lontar) serta dresta (tradisi)

air terjun carat

Air Terjun Carat, Kelampuak Desa Tamblang
Air terjun ini terletak di wilayah desa Tamblang, tepatnya banjar dinas Kelampuak. Diberi nama Carat karena air terjun ini seperti caratan atau kendi tempat air minum jaman dulu. Banyak masyarakat di sana menyatakan bahwa tempat ini sedikit angker juga. Diharapkan untuk tidak berkata-kata kasar atau merusak apapun di sekitarnya. Untuk mencapai lokasi yang jaraknya sekitar ± 600 meter dari jalan raya dibutuhkan waktu sekitar 15 menit. Ketinggian air terjun ini diperkirakan ± 10-15 meter.

Dari jalan raya terlebih dahulu harus melewati jembatan (titi) yang terbuat dari anyaman bambu di atas aliran sungai kecil. Setelah itu banyak melewati perkebunan peduduk yang banyak ditumbuhi cengkeh dan kopi, jalanan setapak pada tebing-tebing yang terjal dan berliku. Sepanjang jalan menuju lokasi banyak terdapat pipa-pipa, mungkin air terjun ini merupakan sumber air bersih bagi masyarakat sekitarnya.
Air Terjun Carat, Kelampuak Desa Tamblang
Air Terjun Carat, Kelampuak Desa Tamblang
Air Terjun Carat, Kelampuak Desa Tamblang
Air Terjun Carat, Kelampuak Desa Tamblang
Melelahkan sekali memang bagi yang pertama sekali ke air terjun ini. Tapi jika kita telah sampai, maka akan terasa kesejukan air terjun ini dan suara-suara burung yang saling bersahutan. Di tebing-tebing yang lebat dekat air terjun itu terdapat beberapa monyet yang berkeliaran. Suasana di sekitar memang agak hening. Nuansa alami masih sangat terasa sekali. Bagi anda yang suka bertualang, air terjun Carat ini bisa dijadikan obyek petualangan anda. Silakan mengunjunginya sebelum terlambat. Kalau anda melewati jalur Kintamani-Singaraja atau sebaliknya, mampirlah sebentar ke Air Terjun ini, Karena plang nama terpapang besar di pinggir jalan (Carat Waterfall), dan anda akan disuguhi pemandangan yang indah satu lagi jangan lupa untuk mengabadikan photo-photonya.

Budaya

Rahajeng Nyangra Rahina Galungan lan Kuningan, lan Rahina Nyepi Tahun Caka 1931



Upacara Pengabenan Warga Pasek Bendesa Merajan Gede Desa Tamblang

Upacara Pengabenan Warga Pasek Bendesa Merajan Gede Desa Tamblang
Ngaben adalah upacara pembakaran mayat yang dilakukan di Bali, khususnya oleh yang beragama Hindu. Di dalam Panca Yadnya, upacara ini termasuk dalam Pitra Yadnya, yaitu upacara yang ditujukan untuk leluhur. Makna upacara Ngaben pada intinya adalah untuk mempercepat proses pengembalian Pancamahabutha ke tempat asalnya.

Upacara Pengabenan Warga Pasek Bendesa Merajan Gede Desa Tamblang
Upacara Pengabenan Warga Pasek Bendesa Merajan Gede Desa Tamblang
Upacara Ngaben biasanya dilaksanakan oleh keluarga sanak saudara dari orang yang meninggal, Upacara ini dilakukan dengan semarak, tidak ada isak tangis, karena di Bali ada suatu keyakinan bahwa kita tidak boleh menangisi orang yang telah meninggal karena itu dapat menghambat perjalanan sang arwah menuju tempatnya.
Upacara Ngaben oleh warga Pasek Bendesa Merajan Gede desa Tamlang yang baru2 ini dilaksanakan pada hari Saniscara Pon uku Gumbreg tanggal 19 Juli 2008 tempatnya dipusatkan di jaban pasek desa Tamblang.

Pada upacara pengabenan ini yang diaben diantaranya adalah : Jero Pasek Made Riasta dan Jero Kubayan Made Merakih bersama warga merajan gede lainnya yang sudah meninggal dan belum diaben.

Pagi hari ketika upacara ini dilaksanakan, keluarga dan sanak saudara serta masyarakat telah berkumpul mempersiapkan upacara. Sebelum acara puncak dilaksanakan, seluruh keluarga memberikan penghormatan terakhir dan memberikan doa semoga arwah yang diupacarai memperoleh tempat yang baik. Setelah semuanya siap, maka “Bade” diusung beramai-ramai ke kuburan tempat upacara Ngaben, diiringi dengan “gamelan”, “kidung suci”, dan diikuti seluruh keluarga dan masyarakat, di depan “Bade” terdapat kain putih yang panjang yang bermakna sebagai pembuka jalan sang arwah menuju tempat asalnya. Di setiap pertigaan atau perempatan, “Bade” diputar sebanyak 3 kali. Sesampainya di kuburan, maka proses upacara Ngaben dilaksanakan dengan pembakaran “Bade” diawali dengan upacara-upacara lainnya dan doa mantra dari sulinggih, kemudian Abu orang yang diaben dibuang ke Laut diTukad embang. Demikian proses upacara pengabenan warga Pasek Bendesa Merajan Gede Desa Tamblang telah dilaksanakan dengan sukses.

buah desa tamblang

Rahajeng Nyangra Rahina Galungan lan Kuningan, lan Rahina Nyepi Tahun Caka 1931



Kelezatan Buah Mangga Desa Tamblang

Mangga atau Poh Desa Tamblang yg manis
Desa Tamblang adalah salah satu desa yang terletak di Kecamatan Kubutambahan Kabupaten Buleleng provensi Bali-Indonesia, desa ini berhawa sejuk, peralihan antara daerah panas dan dingin sehingga hampir semua jenis buah-buahan dapat hidup dan berbuah di daerah ini, seperti : mangga, rambutan, duku, durian, manggis dan masih banyak yang lain. Disamping itu, untuk tanaman perkebunan seperti coklat, kopi dan cengkeh juga dapat tumbuh dengan baik.

Meskipun demikian Desa Tamblang memiliki tanaman buah primadona yang memiliki citra rasa khas dan di jadikan sebagai bahan komoditi yaitu mangga, mangga dari desa Tamblang banyak dipasarkan di supermarket-supermarket terkenal di Bali, bahkan pemasarannya sampai ke wilayah Jawa. Kondisi ini memberi peluang kerja bagi para pengusaha dan buruh terutama pada musim mangga. Dari memetik mangga, kemudian proses pengepakan, merupakan lahan kerja bagi buruh.

Untuk sekarang ini bahkan sampai pembuatan peti kemaspun sudah ada yang mengerjakannya sendiri di desa Tamblang, kalau dulu masih mendatangkan dari daerah luar, ini juga memberi peluang kerja bagi buruh pembuat peti kemas, dengan demikian hidup di desa Tamblang tidak terlalu susah, asal kita mau bekerja, karena peluang kerjanya banyak dan daerahnya pun cukup sejuk sehingga kita pasti betah ada di desa Tamblang.

pandai besi tamblang

Rahajeng Nyangra Rahina Galungan lan Kuningan, lan Rahina Nyepi Tahun Caka 1931


Pande Besi Desa Tamblang

Pande Besi Desa Tamblang
Pande besi di desa Tamblang ada dua, satu di banjar dinas Kelampuak dan satunya lagi ada di banjar Kaja Kauh tepatnya di sekitar Pimpasan. Kami memilih pande besi yang di banjar Kaja Kauh karena tempatnya lebih dekat dengan pusat desa juga karena terkenal sampai ke desa-desa lain. Nama pande ini sesuai dengan nama juragannya yaitu pande Sarwa. Bapo De Sarwo bekerja dengan anak tertuanya. Tidak sembarang orang bisa menjadi pande kalo bukan dari kawitan Pande, kalau tidak benar mungkin leluhurnya orang-orang Pande pandai mengolah besi ya. Karena hal ini dipercaya dapat berpengaruh pada kualitas dari hasil pande dan kemajuan usaha pande tersebut.

Pande Besi Desa Tamblang
Disebut pande besi karena asal kata pande itu adalah pandai, jadi dapat diartikan bahwa pande besi itu adalah orang yang pandai mengolah besi. Dari besi bisa menjadi pisau, sabit, linggis, dan lain sebagainya. Lempengan besi misalnya dari pir sokbreker mobil atau besi-besi lainnya dipanaskan melalui bara api dari arang sampai berwarna kemerahan kemudian diketok sedemikian rupa hingga berbentuk pisau, sabit, dan lain sebagainya. Terkadang ketokan pande besi ini bisa menjadi irama musik lho. Setelah itu dilanjutkan dengan proses menggerinda (menghaluskan) serta membuat bagian yang tajam. Tahap terakhir adalah memasukkan hasil pande besi tersebut pada gagangnya.
Pande Besi Desa Tamblang
Pande ini tidak dipasangi papan nama (mungkin karena sudah ngetop ya). Kalau orang yang belum tahu bisa tanya sama orang di bengkel dan cuci kendaraan ”Sinar motor” yang letaknya di depan pande ini. Pande ini terletak di lantai II hehe..dibilang begitu karena tempatnya agak di atas seperti dataran tinggi.

Anda mau buat pisau, sabit, cangkul, linggis, atau yang berhubungan dengan besi atau cuma mau menservisnya, Anda bisa langsung datang ke pande Sarwa ini.

tuak jaka

Rahajeng Nyangra Rahina Galungan lan Kuningan, lan Rahina Nyepi Tahun Caka 1931



Anak nuunang Tuak (Tuak Jaka)Tuak Tamblang merupakan salah satu minuman tradisional yang terkenal. Ini saya punya cerita, waktu ditanya asal dari mana, saya bilang dari Tamblang, teman saya itu minta dibawakan tuak Tamblang. Wah ngetop juga yaa. Tentang selera anak muda dengan yang tua terhadap rasa tuak adalah berbeda. Yang muda lebih demen (suka) yang agak manis yang warnanya masih kemerahan dan agak mendidih, ngeronyoh istilahnya yang baru diturunkan dari pohonnya.

Kalau kaum tua itu agak ames bedik, dikasi yang manis mau tapi kebanyakan suka yang agak wayahan. Tuak itu ada bermacam-macam, ada tuak ental juga ada tuak nyuh. Kalau di Tamblang lebih banyak tuak entalnya. Dari pagi sampai sore ada saja penjual tuaknya. Ada yang turun tuaknya di pagi hari dan ada juga sore hari. Tuak yang baru turun itu oleh yang muda dibilang tuak asli karena belum dicampur air oleh penjualnya. Biasalah pedagang pengin untung yang lebih banyak.

Harga rata-rata tuak sebotol tergantung dari kualitas rasa tuak tersebut.. Harga berkisaran dari Rp.1000 untuk tuak yang biasa atau tuak kelas 2, untuk tuak asli atau tuak kels 1 di jual dengan harga Rp. 2000. Minuman tuak ini tergolong minuman keras karena dapat memabukkan, selain itu tuak merupakan sarana dalam upakara sesajen yang ditujukan pada buta kala. Tuak inem, tuak masi munyahin, begitulah kata-kata keluar dari mulut seorang yang anti dengan tuak. Tuak juga sangat bagus bila di minum 1 gelas dalam sehari, yang bisa membuat badan kita tambah segar.

Di hari raya seperti Galungan dan kuningan ataupun hari raya lainnya tuak ini sangat laris manis, belum menjelang tengah hari biasanya dagangan tuaknya sudah ludes terjual, tak jarang orang yang mencari tuak jirikannya (tempat tuak) kosong.